RESEARCH 101 – Falsifikasi, Gratifikasi, dan Plagiarisme

Published by rkim on

Oleh : Putri Nur Zakiyatul Rusyda, Imas Hidayati, Risa Sabrina

Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, berbagai perbuatan meniru tanpa adanya sumber muncul dalam bentuk yang berbeda-beda. Peneliti dan akademisi baik pemula maupun senior berlomba-lomba untuk mempublikasikan makalahnya di jurnal yang terpandang. Ketatnya persaingan dan seleksi untuk pempublikasian karya ilmiah memicu pelanggaran etika dalam penulisan karya ilmiah [3]. Pelanggaran tersebut dapat berupa falsifikasi, gratifikasi, dan plagiarisme

Perekayasaan informasi atau data pada karya ilmiah dikenal dengan istilah falsifikasi. Dalam Permendikbudristek nomor 39 tahun 2021 tentang Integritas Akademik Dalam Menghasilkan Karya Ilmiah. Pada pasal 10 dalam peraturan tersebut  menyatakan bahwa ‘Falsifikasi merupakan perekayasaan data dan/atau informasi penelitian [6]. Falsifikasi memiliki tujuan untuk mencapai bentuk yang diinginkan secara tampilan, karakter maupun tingkat akurasi karya ilmiah. Penyeleksian jurnal yang sangat ketat juga menjadi dasar falsifikasi dilakukan oleh penulis atau peneliti karya ilmiah agar karyanya bisa terpublikasi dalam jurnal tersebut [1].

Bentuk – bentuk falsifikasi tidak terikat hanya pada hasil penelitian maupun proses penelitian, namun juga material dalam penelitian, alat bahan dan aspek – aspek lain yang secara ilmiah seharusnya tidak diubah. Pengubahan aspek – aspek ilmiah penelitian ini tentunya akan berdampak fatal apabila karya ilmiah sampai pada publikasi [1].

Gratifikasi adalah pemberian uang, barang, rabat, pinjaman tanpa bunga dan lain sebagainya baik didalam negeri maupun di luar negeri melalui media penyebaran umunya melalui elektronik, pos wesel dan media lainnya. Secara normatif, perbuatan gratifikasi termasuk dari salah satu jenis pidana yang bukan hanya melawan hukum formil, akan tetapi juga hukum materil. Hal tersebut dikarnakan dapat merusak aspek moral baik secara individu ataupun universal hingga dibutuhkan pembenahan sistem. Akibatnya secara sosial dapat menyebabkan masyarakat yang tidak harmonis dan kesenjangan sosial, serta secara politis dapat menimbulkan disentigrasi bangsa karena hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah[2].

Plagiarisme berasal dari bahasa latin “plagiarius” yang artinya adalah “penculik” atau “plagium” yang artinya sebuah penculikan. Sehingga arti plagiarisme menurut istilah adalah sebuah tindakan penculikan atau pengambilan karya seseorang dan mengkuinya sebagai karya sendiri. Plagiarisme telah termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat di Perguruan Tinggi (PT) [5].

Pada umumnya, Perguruan tinggi, lembaga riset dan akademk memiliki memilki kebijakan tentang pencegahan dan penanganan plagirisme. Dlam kebijakan tersebut termuat batasan dan definisi plagiarisme. Plagiarisme tidak hanya menyangkut etika dan isu sentral namun juga tentang ketidak jujuran akademik. Elemen-elemen yang dapat menjadi sasaran plagiasi berupa teks, dataset, tabel, gammabr. Research instrument[5].

Oleh karenanya, dari banyaknya pelaku pelanggaran tentang karya ilmiah tersebut. Terdapat sanksi yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang seharusnya para pelajar dapat memahami dan mengerti bahwa pelanggaran dalam publikasi karya ilmiah termasuk dalam hukum pidana.

  1. Pembahasan

 Dari ketiga bentuk pelanggaran tersebut memiliki sanksi sebagai berikut:

Falsifikasi 

Pelanggaran falsifikasi juga diperburuk dengan tekanan yang melekat pada promosi jabatan dan juga keinginan diri untuk memiliki publikasi dijurnal-jurnal tertentu. Hal ini semakin diperparah dengan tidak memadainya pembimbing dan pelatihan etika penulisan, serta pengawasan dalam proses penelitian dan persaingan dalam memperoleh dana penelitian. Masalah ini merupakan structural dalam ilmu pengetahuan modern dan lembaga penelitian[1].

Dalam Permendikbudristek Nomor 39 juga dijelaskan tentang sanksi dari pelanggaran – pelanggaran dalam karya ilmiah [6]. Secara pelaku sanksi dibagi menjadi dua bagian. Sanksi administratif yang dikenakan pada mahasiswa berupa:

  1. pengurangan nilai atas Karya Ilmiah;
  2. penundaan pemberian sebagian hak Mahasiswa;
  3. pembatalan pemberian sebagian hak Mahasiswa;
  4. pembatalan nilai satu atau beberapa mata kuliah yang diperoleh Mahasiswa;
  5. pemberhentian dari status sebagai Mahasiswa; atau
  6. pembatalan ijazah, sertifikat kompetensi, atau sertifikat profesi.

Sementara, sanksi administratif yang dikenakan untuk dosen berupa:

  1. penundaan kenaikan jabatan akademik paling lama 3 (tiga) tahun;
  2. penurunan jabatan akademik satu tingkat; dan/atau pemberhentian dari jabatan Dosen

Tata cara penjatuhan sanksi kepada pelaku pelanggaran etika ilmiah ditetapkan oleh perguruan tinggi. Jika pelanggaran – pelanggaran etis dalam keilmiahan ini terus terjadi, manfaat kerja sama ilmiah secara sadar akan terus berkurang. Kemauan berbagi ide dan juga kepercayaan terhadap ide – ide yang ada juga akan terus menyusut seiring dengan terjadinya pelanggaran – pelanggaran tersebut [7].

Gratifikasi

Tindak pidana gratifikasi termasuk dari bagian tindak pidana korupsi yang terdiri dari pembri dan penerima gratifikasi. Pemberi gratifikasi tercangkup pada Pasal 5 dan penerima dalam pasal 12B Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang perubahan. Hal tersebut dikecualikan pada pasal 12C menyatakan bahwa ketika penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK terhitung paling lambat 30 hari sejak gatifikasi tersebut diterima, maka ketentuan dari pasal 12B ayat 1 tidak belaku. Hal ini jika kita lihat akan terdapat aspek ketidakadilan bagi penerima dan pemberi gratifikasi. Aristoteles menyatakan bahwa keadilan harus berdasarkan dengan hukum, yaitu setiap orang mendapat hak atau jatah secara proporsional mengingat akan Pendidikan, kedudukan dan kemampuan. Adapun keadilan dalam konteks pidana yang tuntut bukan kesamaan, akan tetapi perimbangan. Begitupula jika dilihat dan pertanggungjawaban tindak pidana gratifikasi [2]. Adapun sanksi yang diberikan pada pemberi gratifikasi terdapat pada Pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yaitu berupa pidana paling sedikit 1 tahun dan paling lama 5 tahun  atau juga bisa diganti dengan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 dan paling banyak Rp. 250.000.000,00. Sedangkan pada penerima gratifikasi diatur pada Pasal 12B, yaitu paling singkat 4 tahun penjara dan paling lama selama 20 tahun, atau dengan denda pidana paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dan paling banyak Rp. 1000.000.000,00 [4].

Plagiarisme

Pada umumnya, Perguruan tinggi, lembaga riset dan akademk memiliki memilki kebijakan tentang pencegahan dan penanganan plagirisme. Dlam kebijakan tersebut termuat batasan dan definisi plagiarisme. Plagiarisme tidak hanya menyangkut etika dan isu sentral namun juga tentang ketidak jujuran akademik. Elemen-elemen yang dapat menjadi sasaran plagiasi berupa teks, himpunan data, tabel, grammar, research instrument [5]

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 sanksi yang dikenakan bagi mahasiswa, dosen, peneliti, dan tega pendidikan yang terbukti melakukan plagiasi berupa:

  1. Bagi mahasiswa yang terbukti melakukan plagiasi secara berurutan dari yang paling ringan hingga yang paling berat
    1. Teguran
    1. Peringatan tertulis
    1. Penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa
    1. Pembatalan nilai mata kuliah yang telah diperoleh oleh mahasiswa
    1. Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa.
    1. Pemberhentian secara tidak terhormat
    1. Pembatalan ijazah apabila yang bersangkutan telah lulus
  2. Sanksi bagi dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang terbukti melakukan plagiasi berupa:
  3. Teguran
  4. Peringatan tertulis
  5. Penundaan pemberian hak dosen/peneliti/tenaga kependidikan
  6. Penurunan pangkat dan jabatan akademik/fungsional.
  7. Pencabutan hak untuk diusulkan sebagai guru besar/profesor/ahli peneliti utama bagi yang telah memenuhi syarat.
  8. Pemberhentian secara terhormat.
  9. Pemberian secara tidak terhormat.
  10. Apabila menyandang sebagai guru besar/proesor/ahli peneliti utama mala dijatuhi sanksi berupa pemberhentian dari jabatan [8].

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.17 Tahun 2010 tentang pencegahan dan penanggulangan plagiat dapat menjadi rujukan dalam pencegahan tindakan plagiasi di Indonesia. Salah satu cara dalam upaya pencegahan plagiasi adalah dengan penggunaan software salah satunya adalah turnitin. Namun, software semacam ini hanya bisa mendeteksi salah satu aspek dari plagiasi yaitu kesamaan kata atau kalimat dan tidak menyembuhkan tindakan plagiasi tersebut. Pencegahan terhadap plagiasi seharusnya menjadi program yang terintegrasi dengan program-pragam yang lebih makro dan strategis dan melibatkan berbagai pihak perguruan tinggi [5]

Daftar Pustaka

  1. Aristya, V. E., & Taryono. (2021). PRINSIP PENTING PUBLIKASI ILMIAH DAN PENCEGAHAN FALSIFIKASI FABRIKASI. REFLEKSI EDUKATIKA: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 11
  2. Easter, L., Yaqin, M. A., Fatah, A., Purba, L., & Paradisha, N. Z. (2014). Studi Tentang Penerapan Pasal Gratifikasi yang Dianggap Suap pada Undang-Undang Tipikor.
  3. Harliansyah, F. (2017). Plagiarism dalam Karya atau Publikasi Ilmiah dan Langkah Strategis Pencegahannya. Jurnal LIBRIA.9 (01).103-114
  4. Mauliddar, N., Din, M., & Rinaldi, Y. (2017). Gratifikasi sebagai Tindak Pidana Korupsi Terkait Adanya Laporan Penerima Gratifikasi. Kanun Jurnal Ilmu Hukum19(1), 155-173
  5. Menteri Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 17 Tahun 2010 Pencegahan Dan Penangulangan Plagiat Di Perguruan Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2010
  6. Permendikbudristek 39 tahun 2021 tentang Integritas Akademik dalam menghasilkan Karya Ilmiah. (2022, January 23). Jogloabang. Retrieved March 21, 2022
  7. Publication Ethic | JOURNAL OF MANAGEMENT Small and Medium Enterprises (SME’s). (n.d.). Ejurnal Undana. Retrieved March 21, 2022, from http://ejurnal.undana.ac.id/JEM/ethic
  8. Ruslan. Hendra. Nurfitriati (2020). Plagiarisme Dalam Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa: Proses, Bentuk dan Faktor Penyebab. Jurnal Studi Pemikiran Pendidikan Agama Islam, 18(02).147-160 

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *