Fenomena Campaign Influencer Resesi, Dimana Para Ahli?

Published by rkim on

Justru di zaman primitif inilah, media untuk menyampaikan informasi begitu penting – Dr. Stone.

Kalimat di atas dikutip dari sebuah anime Dr. stone yang mengisyaratkan kita bahwasanya informasi adalah hal yang begitu penting di dunia ini. Akan tetapi bagaimana jika sebuah informasi justru didominasi dan disampaikan oleh orang yang tidak kompeten? Tentu akibatnya adalah sebuah kehancuran.

Presiden Jokowi melalui statement-nya, yaitu “perekonomian dunia pada 2023 mendatang akan mengalami kegelapan atau resesi ekonomi global.”1 Suatu peringatan dini yang baik pastinya, agar semua lapisan masyarakat mempersiapkan skenario terburuk dalam mengatasi resesi ekonomi tahun 2023 nanti. Akan tetapi permasalahan yang muncul justru isu resesi ini diamplifikasi oleh banyak influencer dengan statement-statement yang berbahaya. Bayangkan saja, beberapa dari mereka menyarankan untuk saving the money (menabung) dengan berbagai konten fear mongering (menyebarkan ketakutan) tentang resesi lainnya. Menanggapi hal ini, Prof. Rhenald Kasali, Ph.D, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia melalui laman Youtubenya mengatakan, “Jangan berpikir untuk menahan uang, karena ketika kita tidak ada konsumsi maka kita justru akan memasuki stagflasi.”2

Berdasarkan hal di atas, lantas bagaimana fenomena tersebut terjadi, serta dimana peran ahli sebagai sumber informasi yang kredibel? Sebelum menjelaskan lebih lanjut, tulisan ini akan memberikan gambaran awal permasalahan terlebih dahulu, yaitu banyaknya para sosok figur, influencer, dan masyarakat awam yang memberikan pendapat serta saran di platform sosial media sehingga menggeser posisi ahli sebagai orang yang memiliki expertise di bidang keilmuan mereka. Tentunya dengan keadaan informasi seperti itu, masyarakat akan mendapatkan suatu informasi dan saran yang menyesatkan dari orang-orang yang tidak

1 https://bisnis.tempo.co/read/1643915/jokowi-sebut-perekonomian-global-tahun-depan-gelap-apa- itu-resesi-ekonomi

2 https://www.youtube.com/watch?v=dJd-jq_6cm8

mempunyai keahlian terhadap hal yang ia komentari. Kondisi ini dikenal dengan “matinya kepakaran.”3

Matinya kepakaran dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dan informasi. Pada masa dulu, kita mengetahui bahwasanya yang mempunyai akses untuk memberikan informasi hanyalah media cetak, radio, atau siaran TV. Kondisi ini berbeda dengan pesatnya perkembangan internet dan sosial media yang memberikan wadah bagi semua orang untuk menyebarkan berbagai hal ke masyarakat luas. Pastinya perkembangan ini memiliki hal positif, yaitu mudahnya akses informasi dan berlimpahnya sumber. Akan tetapi, muncul permasalahan inti dari internet, yaitu sulitnya mencari kredibelitas. Selain itu, fenomena ini memberi tahu kita bahwa masyarakat lebih percaya perkataan orang-orang demikian dibanding para ahli yang telah belajar bertahun-tahun sesuai bidang keilmuan mereka.

Satu hal yang membedakan orang awam dan pakar, yaitu kemampuan atau bakat alami. Menurut Tom Nichols bakat tersebut ditegaskan sebagai hal yang mampu membedakan antara mereka yang memiliki sertifikat dan orang-orang lain yang memiliki pemahaman mendalam.4 Lebih jauh lagi, Era digital memang membawa perubahan lanskap yang cukup siginifikan pada peta kebudayaan. Dulu, tidak semua orang bisa berbicara. Sekarang, mulai profesor hingga pengangguran bisa sama-sama bersuara. Dari situlah matinya kepakaran bermula. Orang didengarkan bukan karena dia ahli dalam suatu bidang. Orang diikuti kata-katanya lebih karena pengaruhnya yang besar di media sosial. Semakin banyak follower atau subscriber seseorang di medsos, semakin dia disimak dan diperhatikan.5

Kembali kepada topik inti, yaitu isu resesi ekonomi Tahun 2023 yang dewasa ini memang menjadi perbincangan hangat di sosial media. Tidak sedikit influencer yang membuat konten terkait isu ini. Lalu tidak sedikit juga yang memakai judul dan membuat konten yang menakut-nakuti masyarakat. Pendapat ini kemudian diluruskan oleh pakar ekonomi, Profesor Rhenald Kasali. Menurutnya telah adanya kesalahpahaman dalam memaknai resesi ini. Bahkan, solusi-solusi

3 https://www.gramedia.com/blog/review-buku-matinya-kepakaran-tom-nicholscermin-perilaku- kita-di-dunia-maya/

4 https://identitasunhas.com/memahami-matinya-kepakaran/

5 https://news.detik.com/kolom/d-4729455/omong-kosong-matinya-kepakaran

yang ditawarkan oleh para influencer tersebut juga disebut ngawur dan tidak sesuai konteks.6 Resesi pada prinsipnya adalah istilah dalam ekonomi makro, sedangkan bisnis adalah masuk pada ekonomi mikro. Sehinga sudah pasti landasan ekonominya berbeda. Selain itu, ditengah pelambatan pertumbuhan ekonomi global yang diikuti dengan prediksi akan terjadinya resesi dunia pada tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan III-2022 justru kembali mencatatkan kinerja impresif dengan mampu tumbuh sebesar 5,72% (yoy) atau 1,81% (qtq).7

Penggunaaan konten fear mongering yang dilakukan oleh influencer pastinya memengaruhi masyarakat yang dapat berimplikasi ke perekonomian nasional. Masyarakat harus jeli, agar tak terperdaya oleh pihak-pihak yang sengaja menyebar ketakutan yang irasional atau tidak perlu. Dalam marketing, penggunaan strategi fear mongering disebut sebagai fear appeals yang merupakan pesan yang didesain untuk menakut-nakuti audiens sehingga mereka terbujuk untuk melakukan langkah-langkah yang dianjurkan-dalam hal ini membeli produk atau jasa yang ditawarkan.8 Manipulasi ketakutan ini marak ditemui dalam iklan-iklan jasa keuangan, dan terbukti berakhir dengan kerugian masyarakat.9

Sejatinya masyarakat memang harus waspada dengan keadaan dunia yang berubah begitu cepat. Ancaman krisis energi, krisis pangan, hingga resesi haruslah disikapi secara bijak juga. Kembali kepada pendapat ahli adalah satu-satunya jalan untuk meluruskan kekacauan sumber informasi saat ini. Dengan begitu, langkah- langkah yang didapatkan menjadi tepat sehingga dapat melewati masa resesi pada tahun depan. Selain itu, para influencer haruslah juga bijak sebagai sosok yang bisa memengaruhi banyak orang. Kelebihan ini jangan digunakan secara serampangan, apalagi dengan memberikan pendapat dan saran ngawur untuk melanggengkan penjualan produk mereka.10

6 https://ternate.tribunnews.com/2022/10/27/jangan-overthinking-ancaman-resesi-rhenald-kasali- jangan-percaya-yang-miskin-tambah-miskin?page=all

7 https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4683/menko-airlangga-indonesia-akan-menjadi- perhatian-dunia-kita-dalam-performance-perekonomian-yang-baik-memimpin-g20

8 https://nasional.sindonews.com/read/917885/16/bijak-menyikapi-konten-horor-resesi-di-media- sosial-1666249804?showpage=all

9 Ibid.

10 https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6353863/influencer-tebar-horor-resesi- beneran-atau-jualan?utm_source=headtopics&utm_medium=news&utm_campaign=2022-10-18


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *