Wow Fact – Menalaah Wujud Ketahanan Pangan Masa Pandemi Covid-19 di Indonesia

Published by rkim on

(Oleh :  Tim Riset Soshum Departemen Research and Development RKIM UB 2020)

Bumi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Virus Covid-19 atau yang lebih familiar terdengar dengan virus Corona kini semakin mengancam umat manusia. Virus Corona adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Infeksi virus Corona bisa menyebabkan penderitanya mengalami gejala flu, sakit kepala atau gejala penyakit infeksi pernapasan berat, seperti demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan nyeri dada. Virus ini pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019 dan menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru bumi, negara maju seperti Amerika dan Inggris saja tidak mampu mengantisipasi datangnya wabah virus Corona ini ke negeri mereka.

Dampak wabah virus Corona (Covid-19) tidak hanya merugikan sisi kesehatan. Ekonomi global dipastikan melambat, menyusul penetapan dari WHO yang menyebutkan wabah Corona sebagai pandemi yang mempengaruhi dunia usaha. Di Indonesia, pemerintah mencoba melakukan berbagai upaya untuk menekan dampak virus Corona terhadap industri. Beberapa stimulus ekonomi diluncurkan, bahkan Presiden Joko Widodo meminta seluruh pihak untuk melakukan social distancing termasuk Work From Home (WFH).

Efek langsung yang paling dirasakan setelah hampir empat bulan diterapkan physical distancing adalah berkurangnya pendapatan masyarakat. Di tengah imbauan untuk tetap jaga jarak dan tetap di rumah, kebutuhan akan pangan menjadi sesuatu yang tidak dapat ditunda, sehingga menjaga ketahanan pangan di tengah pandemi menjadi tantangan tersendiri. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah mengingatkan negara di seluruh dunia tentang adanya potensi krisis pangan dunia akibat pandemi Covid-19.

Menurut UU No 18/2012 tentang Pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tecermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Meskipun berdasarkan data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik Kementrian Pertanian stok pangan nasional diprediksi akan mengalami surplus hingga bulan Juni 2020, namun hal ini bukan berarti bahwa Indonesia serta merta terbebas dari ancaman krisis pangan yang bisa terjadi dimasa mendatang. Ditambah lagi, masa pandemi Covid-19 yang belum pasti waktu berakhirnya dan memiliki dampak yang sangat terasa di bidang pertanian.

Hasil diskuis Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang juga Ketua BNPB Doni Monardo dengan Kementerian Pertanian pada bulan Mei lalu menyebut amannya ketersediaan bahan pangan beberapa bulan ke depan. Ketersediaan bahan pangan sendiri dipengaruhi ketersediaan bahan baku, yang berarti bergantung pada produksi dari kegiatan pertanian. Di masa pandemi ini, petani tetap terus bekerja di lahan menyesuaikan protokol produksi untuk menjamin kualitas dan kuantitas serta keamanan pangan di tengah pandemi. Selain itu, warga juga diimbau untuk dapat melakukan kegiatan pertanian sendiri di pekarangan rumah ataupun melakukan sistem pertanian vertikal bagi yang tidak mempunyai lahan kosong di rumah. Hal tersebut akan membantu petani dalam menjaga ketersediaan pangan di tengah pandemi ini.

Sedangkan upaya pemerintah dalam menangani hal ini pasca-diberlakukannya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara parsial di beberapa kota besar, dan diberlakukannya kebijakan New Normal dengan tetap memperhatikan protokol yang berlaku di beberapa daerah di Indonesia adalah berkonsentrasi pada upaya mengamankan stok kebutuhan pokok. Untuk memenuhi kebutuhan pangan lebih dari 267 juta penduduk Indonesia, Presiden memerintahkan jajarannya untuk membuka lahan sawah baru di seluruh wilayah Indonesia. Langkah ini menjadi jawaban atas peringatan Food and Agriculture Organization (FAO) bahwa dunia akan mengalami krisis pangan di akhir Agustus 2020 sebagai dampak penyebaran COVID-19 yang belum dapat dipastikan kapan akan berakhir. Presiden juga meminta jajarannya untuk terus memantau stabilitas harga kebutuhan pokok agar tidak meroket. Padahal, hampir semua harga kebutuhan pokok terlanjur naik dua hingga tiga kali lipat.

Sementara itu, dari aspek ketersediaan bahan pangan di konsumen, terjadi banyak perubahan pola karena kebijakan physical distancing. Pola jalur pasokan lebih banyak menuju pasar-pasar modern dan pasar yang berbasis daring. Dari sisi transaksi yang dilakukan konsumen, pandemi membuat perubahan pola transaksi ke arah ke platform digital atau online.

Meskipun pemerintah telah menggelontorkan bantuan sosial melalui pembagian sembako dan pemberian uang tunai dari beragam pos dana sosial, namun belum menjangkau seluruh kelompok rentan. Kebijakan kompensasi memang berperan penting menyelamatkan masyarakat yang berada pada ruang konsumsi margin, tetapi tidak efektif untuk ketahanan jangka panjang di tengah ketidakpastian kapan pandemi berakhir.

Harga kebutuhan pokok merupakan sinyal kunci atas kondisi ketahanan pangan. Harga pangan yang tidak stabil membawa konskuensi negatif di level rumah tangga maupun negara. Dalam kondisi krisis pangan, rumah tangga rentan seringkali menguras modal keuangan dan tenaganya untuk memenuhi kebutuhan pokok. Pada level yang lebih tinggi, instabilitas harga pangan menimbulkan dampak yang lebih dalam dan berbahaya, yaitu perlambatan pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, pemerintah berkewajiban menjaga persediaan makanan pokok yang mudah diakses dengan harga stabil.

Sehingga, untuk mencapai ketahanan pangan jangka panjang, pemerintah perlu melibatkan pemangku kepentingan. Misalnya, pihak kampus atau lembaga penelitian dan industri pangan itu sendiri perlu dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan. Kerja sama antar-pemangku kepentingan dibutuhkan untuk mencapai kesamaan pemahamam sekaligus mengidentifikasi katalis dan hambatan potensial menuju perubahan kebijakan. Dari sini pemerintah dapat memutuskan apakah kebijakan membuka lahan baru merupakan kebijakan yang tepat di tengah semakin kompetitifnya lahan dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem alami.

Selain kebijakan, konsistensi implementasi yang berkelanjutan juga penting dalam penganan ketahanan pangan. Tata kelola lahan yang tidak berkelanjutan (unsustainable land management) dapat menurunkan produktivitas lahan, dan di sisi lain semakin minimnya lahan produktif akibat pemukiman dan indutrialisasi. Terakhir, monitoring dan evaluasi yang tepat dibutuhkan untuk mengawal implementasi kebijakan. Meskipun dalam masa pandemi seperti saat ini, monitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk menjaga agar kebijakan tetap akuntabel, konsisten di jalurnya, dan tepat sasaran.

Sumber

AMALIA, L. S. (2020, Mei 15). Menanti Kebijakan Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi COVID-19. Retrieved from Politik Nasional: http://www.politik.lipi.go.id/

CNN Indonesia. (2020, April 28). Ancaman Krisis Pangan, Jokowi Minta BUMN Buka Sawah Baru. Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/

Gideon, A. (2020, Februari 14). BPS Proyeksikan Jumlah Penduduk Indonesia Capai 319 Juta Jiwa pada 2045. Retrieved from Liputan 6: https://www.liputan6.com/

Marpaung, D. S. (2020, Mei 26). Ketahanan Pangan Saat Pandemi. Retrieved from itera: https://www.itera.ac.id/

Natalia, D. L. (2020, April 30). Presiden Jokowi soroti ancaman krisis pangan dan ketahanan energi. Retrieved from Antaranews.com: https://www.antaranews.com/

Putri, C. A. (2020, Maret 20). Peritel Blak-Blakan Ada 3 Kali Panic Buying Gegara Corona. Retrieved from cnbc indonesia: https://www.cnbcindonesia.com/

Shalihah, N. F. (2020, April 09). Karyawan yang Terkena PHK, Dirumahkan, Gaji Tidak Penuh Dapat Mendaftar Kartu Prakerja, Simak Cara Daftarnya. Retrieved from kompas.com: https://www.kompas.com/

UMY, BHP. (2020, Mei 26). Ketahanan Pangan Indonesia di Masa Pandemi. Retrieved from UMY: https://www.umy.ac.id/


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *