FENOMENA CHATBOT DI LINGKUNGAN AKADEMIK: SEJAUH MANA BATAS PENGGUNAANNYA DALAM PEMBUATAN KARYA ILMIAH?

Published by rkim on

Alya Zahrah Anandra Putri, Firuliza Nurus Sofi, Makshumatul Laila Nabilatulhaq, Fatwa Laqsalyna Salsabilla

PENDAHULUAN

Penggunaan teknologi kecerdasan buatan semakin berkembang dari masa ke masa. Perkembangan ini tentunya dihadiri dengan fitur, fungsi, dan tampilan yang baru dan semakin berdampak pada banyak aspek kehidupan manusia, tidak terkecuali dalam aspek pendidikan. Beberapa tahun terakhir, salah satu program komputer atau Chatbot menjadi populer di kalangan umum. Chatbot atau yang biasa diketahui (talkbot, chatterbot, bot, IM bot atau artificial conversational entity) merupakan merupakan program komputer Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang berfungsi sebagai layanan pengiriman pesan dengan menggunakan teks. Chatbot sendiri menjadi populer, karena robot tersebut dapat memahami perintah dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan cepat dan relevan. Selain itu, Chatbot didirikan sesuai dengan topik yang sudah dimodifikasi dengan basis pengetahuan, dan banyak Chatbot yang sudah dirancang sesuai dengan topik dan permasalahan yang ingin dipecahkan oleh seseorang untuk keperluan individu ataupun keperluan bisnis, contohnya adalah Chatbot yang menangani urusan akademik kemahasiswaan.  

Chatbot di lingkungan akademik yang akhir-akhir ini sering digunakan oleh kalangan mahasiswa adalah ChatGPT. ChatGPT sendiri memiliki potensi dalam menawarkan berbagai manfaat, termasuk peningkatan keterlibatan mahasiswa dalam perkuliahan, kolaborasi, dan keluasan aksesibilitas sumber pembelajaran. Adanya teknologi kecerdasan buatan ChatGPT ini tentunya memberikan keuntungan bagi mahasiswa atau civitas akademika. Namun penggunaan ChatGPT ini juga memunculkan kekhawatiran, utamanya dalam hal kejujuran, akademik, integritas, dan plagiarisme. Untuk menghindari adanya permasalahan di masa depan yang ditimbulkan dari penggunaan ChatGPT ini, diperlukan batasan dan etika yang tepat dalam penggunaan ChatGPT sebagai sumber informasi, dan yang lainnya. 

PEMBAHASAN

ChatGPT  (Generative Pre-Training Transformer) bekerja berdasarkan data yang telah diinput dan tidak dapat bekerja diluar batas kemampuan sehingga ChatGPT tidak dapat memberikan informasi mendalam yang dibutuhkan. Namun, salah satu bentuk teknologi Artificial Intelligence ini dapat terus berkembang dan berpotensi untuk meningkatkan daya kerjanya sehingga lebih optimal. 

Kemampuan ChatGPT yang semakin baik dan canggih memberikan para tenaga pengajar di perguruan tinggi suatu kekhawatiran yang berarti akan fungsinya yang disalahgunakan oleh mahasiswa. Salah satu penerapan negatif yang paling memungkinkan untuk (dan sudah) terjadi adalah mahasiswa menggunakan alat penulisan berbasis AI untuk menyelesaikan penugasan dalam bentuk esai yang telah diberikan (Hutson, 2022). Penyalahgunaan penerapan ChatGPT lainnya adalah peneliti menggunakannya untuk mengarang teks ilmiah dan dapat terbebas dari deteksi plagiarisme (Else, 2023). 

Meskipun tulisan “Chat” yang dihasilkan terlihat memuaskan, sejumlah pengguna teknologi AI ini menyoroti beberapa kesalahan dalam penyampaian fakta. Terdapat peristiwa ketika ChatGPT menuliskan contoh palsu seperti judul buku ketika ditanyai mengenai seorang figur publik (Earley, 2023). Mesin ini juga mengalami kesulitan ketika membahas permasalahan yang spesifik atau lokal, membuat argumen yang orisinil dan menginterogasi argumen yang telah ada alih-alih sekadar mengutipnya (Stacey, 2022). Kekurangan lain dari ChatGPT adalah kurangnya akuntabilitas data yang diberikan, hal ini disebabkan karena GPT tidak memiliki akuntabilitas atas keputusan data yang diberikan sehingga dapat menyebabkan masalah etika. Untuk itu, diperlukan batasan penggunaannya dalam pembuatan karya ilmiah.

Setelah mengetahui ChatGPT dapat melakukan kesalahan dalam penyampaian fakta, sebuah karya ilmiah akan tidak sah dalam penyusunannya apabila diselesaikan sepenuhnya menggunakan ChatGPT sebab tidak menggunakan fakta-fakta yang ada, melainkan hanya terdapat karangan yang berisi fakta palsu. Penanaman nilai moral dapat dilakukan sebagai upaya untuk menanamkan kesadaran atas batasan-batasan etika dan moral dalam penggunaan ChatGPT. Pemahaman moral knowing (pengetahuan moral) dapat dibersamai dengan habituation atau pembiasaan etika sehingga timbul kesadaran seseorang untuk menggunakan ChatGPT dengan bijak dalam pembuatan karya ilmiah. 

Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada konsen serius oleh Pemerintah maupun Perguruan Tinggi untuk menetapkan batas dan panduan mengenai penggunaan teknologi AI Generatif, yaitu berupa Chatbot. Oleh karena itu juga, masih banyak Civitas Akademika yang melakukan pelanggaran etika dalam membuat karya ilmiah serta tidak dapat memahami cara kerja penggunaannya, sehingga tidak maksimal dalam menggunakan teknologi tersebut. Padahal kita ketahui, untuk menangkal pelanggaran etika salah satunya dapat diatasi oleh fitur Pendeteksi AI dari Turnitin yang baru saja diluncurkan beberapa waktu lalu. Melihat potensinya yang begitu besar, seharusnya AI (Chatbot) seperti ChatGPT harus didorong penggunaannya di lingkungan akademik agar dapat memudahkan dalam membuat karya ilmiah. Selanjutnya, berkenaan dengan batas-batas penggunaan bukanlah sesuatu yang menjadi ancaman jika kita serius dalam menetapkan mekanisme, batasan, dan panduan mengenai penggunaannya.

Sejauh ini, salah satu negara yang telah mengeluarkan batas dan panduan penggunaan AI Generatif (Chatbot) adalah Malaysia. Melalui Advisory Note No. 2/2023 yang dikeluarkan oleh Agensi Kelayakan Malaysia, beberapa ringkasan poin pentingnya antara lain, yaitu:

  1. Penggunaan aplikasi AI Generatif dalam Pengajaran dan Pembelajaran pada prinsipnya boleh digunakan meningkatkan daya saing, kreativitas dan inovasi jika digunakan dengan cara yang betul dan efektif.
  2. ketergantungan yang tinggi atau tidak terkawal dalam penggunaan aplikasi AI Generatif seperti ChatGPT boleh mengundang beberapa risiko pembelajaran antaranya kemerosotan pelbagai kemahiran seperti menulis, merumus, menilai, menyelesaikan masalah, berpikir secara kritis serta risiko maklumat yang tidak tepat. 

Selanjutnya, dalam advisory note secara garis besar memang berisi saran yang selanjutnya terhadap Perguruan Tinggi untuk segera menetapkan panduan penggunaan AI Generatif serta membuat suatu pelatihan tentang bagaimana penggunaannya. Selain itu, beberapa penerbit jurnal ilmiah internasional terkemuka, seperti Elsevier dan Cambridge University Press juga tidak ketinggalan untuk mengeluarkan panduan mengenai etika penggunaan AI Tools (ChatGPT). 

PENUTUP

Dengan adanya ChatGPT sebagai salah satu contoh Chatbot AI Generatif tidak hanya berpotensi untuk memberikan manfaat tetapi juga dapat memunculkan dampak negatif, seperti digunakan untuk menyelesaikan penugasan atau mengarang tulisan ilmiah agar terbebas dari deteksi plagiarisme. Selain itu, ChatGPT juga memiliki beberapa kesalahan dalam penyampaian fakta sehingga diperlukan adanya batasan penggunaan dalam pembuatan karya ilmiah. Untuk menanamkan kesadaran atas batasan-batasan etika dan moral dalam penggunaannya, hal yang dapat dilakukan adalah dengan menanamkan nilai moral dan melakukan pembiasaan etika agar timbul kesadaran seseorang untuk dapat menggunakan teknologi ini dengan bijak.

Selain itu, pelanggaran etika dalam pembuatan karya ilmiah dalam kaitannya dengan teknologi Chatbot AI Generatif, pada dasarnya dapat diatasi oleh teknologi seperti pendeteksi AI. Tentunya harus didukung oleh peranan Pemerintah dan Perguruan Tinggi yang dapat berperan dengan menetapkan batas serta panduan penggunaan seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara dan penerbit jurnal ilmiah internasional terkemuka. Dengan menetapkan batas penggunaan yang jelas, maka kedepannya kemunculan teknologi tersebut dapat berjalan berdampingan dan membantu Civitas Akademika dalam menyelesaikan berbagai permasalahan, berkaitan dengan penelitian dan pembuatan karya ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Agensi Kelayakan Malaysia (MQA). Advisory Note No. 2/2023 Tentang Penggunaan Teknologi Kecerdasan Buatan Generatif (Generative Artificial Intelligence) Dalam Pendidikan Tinggi.

Flanagin, A., Bibbins-Domingo, K., Berkwits, M., & Christiansen, S. L. 2023. Nonhuman “authors” and implications for the integrity of scientific publication and medical knowledge. Jama, 329(8), 637-639.

Hanif, Z.M. 2021. Pengembangan Aplikasi Whatsapp Chatbot untuk Pelayanan Akademik di Perguruan Tinggi. Tugas Akhir. Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. 

Hill-Yardin, E. L., Hutchinson, M. R., Laycock, R., & Spencer, S. J. 2023. A Chat (GPT) about the future of scientific publishing. Brain, behavior, and immunity, S0889-1591.

Martono, J. 2023. Etika Penggunaan ChatGPT di Lingkungan Akademik. URL:  https://www.kompasiana.com/ravindraalfian6346/641c19a608a8b517966cdcd3/etika-penggunaan-chatgpt-di-lingkungan-akademik. Diakses tanggal 28 Maret 2023.

Rizky, M., Nandyatama,  R. W. 2023. Polemik ChatGPT: Bagaimana Perguruan Tinggi Harus Bersikap? URL: https://uia.fisipol.ugm.ac.id/polemik-chatgpt-bagaimana-perguruan-tinggi-harus-bersikap/. Diakses tanggal 29 Maret 2023.

Faiz, A., Kurniawaty, I. 2023. Tantangan Penggunaan ChatGPT dalam Pendidikan Ditinjau dari Sudut Pandang Moral. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan. 5(1), 456-463.

Categories: Research 101

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *