Pemanfaatan Eco-enzyme Kulit Apel (Malus sylvestris) dan Kulit Jeruk Keprok (Citrus reticulata L.) Sebagai Parfum Padat dengan Minyak Asiri Melati (Jasminum sambac) dan Vanili (Vanilla planifolia)

Published by rkim on

Oleh: Andieni Fauziah Rahmah, Lu’lu’ Mufidah Rahma Putri, Meildha Alfriyani Tarigan

Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian besar penduduknya bergantung pada hasil pertanian, dengan kata lain sektor pertanian memainkan peran vital dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Komoditas pertanian Indonesia sudah sangat berkembang seperti apel dan jeruk, bahkan buah apel dan jeruk sudah menjadi ciri khas dari daerah Desa Bumiaji Kabupaten Malang, hal ini dipaparkan oleh Ristiawan pada tahun 2019. Jeruk (Citrus sp.) merupakan komoditas hortikultura buah yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Jeruk terdiri dari dua kelompok utama yaitu jeruk keprok dan jeruk siam. Produksi jeruk keprok di Jawa Timur dapat mencapai 448.367 ton per tahunnya (Pramadinata et al., 2021). Di sisi lain, Salim dan Susetyo. (2021) memaparkan bahwa komoditas apel juga memiliki potensi di sektor hortikultura, yang mana pada tahun 2019 telah memberikan kontribusi 70,94% terhadap produksi apel di seluruh Kabupaten Malang.

Sebagai sentra produksi buah, masyarakat sering mengembangkan potensi buah dengan memproduksi buah olahan seperti keripik buah, manisan, dan produk olahan lainnya. Di balik potensi tersebut ada beberapa masalah yang harus ditangani, yaitu permasalahan pengolahan limbah dari buah apel dan jeruk. Naiknya angka konsumsi jeruk keprok dan apel setiap tahunnya menyebabkan peningkatan limbah kulit buah dari apel dan jeruk. Berdasarkan penelitian Yulistria (2017), pengolahan keripik apel di kabupaten Malang saja akan menghasilkan limbah kulit apel sebesar 42,308% dan limbah kulit jeruk keprok diperoleh sebanyak 55% (Prastyo, 2017). Limbah kulit buah ini belum diolah secara maksimal sehingga sering kali menimbulkan masalah lingkungan. Mengapa limbah kulit dapat menyebabkan masalah lingkungan? Karena limbah kulit jeruk keprok dan apel merupakan limbah organik yang cepat membusuk. Dimana, jika langsung dibuang begitu saja tanpa pengolahan lebih lanjut, akan berdampak pada udara, darat, air, sungai, dan laut. Selain itu, karena limbah tersebut dibuang tanpa pengawasan terlebih dahulu, maka limbah organik tersebut akan menghasilkan gas metana. Gas tersebut dapat merekam panas 21 kali lebih banyak daripada CO₂ yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Oleh karena itu, jika sampah organik tidak dikelola dengan baik di lingkungan akan menyebabkan pemanasan global (Pakki et al., 2021). Namun, di balik potensi tersebut ada beberapa masalah yang harus ditangani, yaitu permasalahan pengolahan limbah.

Salah satu langkah untuk memanfaatkan dan mengolah sampah organik adalah dengan mengubahnya menjadi eco-enzyme. Apa itu eco-enzyme? Eco-enzyme adalah larutan zat organik kompleks yang dihasilkan dari proses fermentasi sampah organik, gula, dan air. Eco-enzyme berwarna coklat tua dan memiliki aroma asam-segar yang kuat. Eco-enzyme merupakan cara yang paling ekonomis dan ergonomis untuk mengekstrak aroma dari limbah kulit buah daripada mengekstraknya. Apabila ditinjau dari manfaat lingkungan, selama proses fermentasi

berlangsung (dimulai dari hari pertama) akan menghasilkan dan melepaskan gas O3 yang dikenal sebagai ozon. Ozon ini akan bekerja di bawah lapisan stratosfer untuk mengurangi gas rumah kaca dan logam berat yang terperangkap di atmosfer. Lalu dihasilkan pula gas NO3 dan CO3 yang dibutuhkan oleh tanah sebagai unsur hara bagi tanaman (Rusdianasari et al., 2021).

Eco-enzyme ini dapat dimanfaatkan menjadi parfum. Parfum merupakan salah satu produk kosmetik favorit yang biasa digunakan oleh masyarakat. Sudah menjadi gaya hidup yang dilakukan banyak kalangan. Dewi dkk. (2022) menyebutkan bahwa parfum digunakan untuk memberikan keharuman dan kesegaran bagi penggunanya. Selain itu dapat menjadi karakter bagi seseorang dan meningkatkan rasa percaya diri. Tetapi menurut penelitian Mcdonald et al. (2018), produk beraroma (termasuk parfum, hairspray, wewangian, dan cat) mengeluarkan jumlah gas kimia yang sama dengan emisi minyak dari mobil. NOAA juga menjelaskan bahwa setiap semprotan parfum cair mengandung Volatile Organic Compounds (VOCs) yang akan menjadi polusi ozon karena bereaksi dengan sinar matahari dan bahan kimia lain di atmosfer. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cheng et al. (2016) yang membandingkan parfum gel, cair, dan padat menyatakan bahwa parfum cair mengandung zat pencemar lebih banyak dibandingkan yang lain. Parfum padat memberikan pengalaman parfum yang dapat dibawa kemana saja tanpa khawatir tumpah. Oleh karena itu, parfum padat menjadi pilihan yang paling tepat untuk dikembangkan.

Dalam pembuatan parfum padat berbasis enzim ramah lingkungan ini, minyak asiri Melati (Jasminum sambac) dan Vanila (Vanilla planifolia) digunakan sebagai bahan untuk aroma dari parfum tersebut. Penggunaan minyak asiri dimaksudkan agar konsumen dapat langsung mengenali aroma yang dibawa kemudian disusul dengan aroma alami Eco-enzyme. Parfum padat vanila memiliki wangi yang tahan lama, telah diuji oleh Hardiyati et al. (2020) pada minggu ke-1 hingga minggu ke-12, keharuman parfum stabil dengan persentase sebesar 29%. Selain itu, minyak wangi dengan minyak asiri melati memiliki stabilitas paling baik di antara parfum padat lainnya. Oleh karena itu, kombinasi minyak asiri manila dan melati yang diberikan akan mampu mempertahankan dan memperkuat aroma awal dari parfum padat ini.

Cara pembuatan parfum dari Eco-enzyme dilakukan dengan dua tahapan, tahapan pertama adalah pembuatan eco-enzyme, yang diawali dengan pembersihan dan sterilisasi botol plastik yang akan digunakan untuk fermentasi Selanjutnya, ukur volume botol untuk menentukan jumlah air yang dibutuhkan. Kemudian, tambahkan air sebanyak 60% dari volume botol. Langkah selanjutnya adalah menambahkan gula merah, yaitu sebanyak 10% dari berat air. Campuran gula dan air diaduk hingga merata. Setelah itu, masukkan kulit apel dan kulit jeruk keprok sebanyak 30% dari berat air. Pastikan wadah tidak terisi penuh supaya masih ada tempat untuk proses fermentasi. Lalu, botol ditutup rapat, diberi tanggal pembuatan dan tanggal panen, serta disimpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung dan aman dari kontaminasi. Setelah tujuh hari, buka tutup botol untuk mengeluarkan gas dan kemudian diaduk. Pengadukan diulangi pada hari ke-30 agar homogen. Eco-enzyme dapat dipanen pada hari ke 90 dengan menyaring cairannya, sedangkan limbahnya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

Tahap kedua adalah pembuatan parfum padat dengan eco-enzyme, yang diawali dengan mencampurkan kappa karaginan atau zat pengental dengan pendispersi air menggunakan homogenizer. Kemudian, disiapkan air suling dalam gelas kimia untuk dipanaskan. Selanjutnya, asam stearat dan asetil alkohol dilarutkan pada suhu 100 °C. Setelah kappa karaginan terdispersi seluruhnya, ditambahkan trietanolamin dan diaduk dengan kecepatan 150 rpm selama 5 menit. Setelah itu, nipagin dan nipasol yang berfungsi sebagai zat pengawet yang bersifat antibakteri ditambahkan ke dalam campuran dan diaduk sampai homogen. Kemudian ditambahkan aquades yang telah dipanaskan, propilen glikol dan diaduk kembali dengan kecepatan 150 rpm selama 5 menit. Setelah asam stearat dan asetil alkohol larut, lalu dimasukkan ke dalam campuran dan diaduk hingga homogen. Langkah selanjutnya adalah menambahkan alkil benzena sulfonat, dan campuran diaduk dengan kecepatan yang sama. Kemudian dilakukan penambahan minyak atsiri nilam, melati, dan vanila ke dalam basis parfum padat yang berguna untuk menambahkan aroma dari parfum dan dilanjutkan dengan memasukkan campuran eco-enzyme dan sisa aquades ke dalam basis parfum padat. Langkah terakhir adalah memasukkan parfum padat ke dalam wadah dan menimbangnya agar setiap parfum memiliki bobot yang sama (Hardiyati, et al., 2020).

Penggunaan parfum padat di Indonesia diprediksi dapat meningkatkan nilai limbah kulit buah dengan menjadikannya bahan dasar parfum padat berbasis eco-enzyme. Produk ini akan menjawab kebutuhan masyarakat mengenai parfum yang mudah untuk dibawa kemana-mana, tetapi juga ramah kulit dan ramah lingkungan. Kelebihan parfum padat berbasis eco-enzyme ini yaitu cara pembuatannya yang alami, aman untuk kulit, dan ramah lingkungan. Selain itu, parfum ini juga memiliki keunikan sebagai parfum padat daur ulang dengan aroma yang khas. Sedangkan untuk kelemahannya yaitu masih adanya sedikit aroma fermentasi yang masih asing bagi orang awam. Produk ini juga masih sulit dikomersialkan di Indonesia secara luas. Pada dasarnya, sifat parfum padat tidak dapat memberikan wangi yang tahan lama jika dibandingkan dengan parfum cair karena tidak menggunakan pelarut berbasis alkohol. Meski begitu, rasa ingin tahu masyarakat mengenai jenis produk baru akan membantu proses penyebarluasan parfum ini. Jika parfum ini dapat disebarluaskan, maka kesadaran konsumen akan meningkat dalam menggunakan produk parfum yang aman, tidak membahayakan kesehatan, dan ramah lingkungan. Namun, pada kenyataannya masih terdapat ancaman yang bisa menghambat pendistribusian parfum ini, diantaranya pesaing parfum yang sudah dipandang berkelas oleh masyarakat, serta masih banyaknya produk substitusi yang beredar di pasaran dimana fungsinya sejajar dengan parfum padat seperti body mist.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa permintaan pasar dan kebutuhan masyarakat pada sektor pertanian, khususnya jeruk keprok dan apel terus meningkat. Hal ini membuat sampah organik yang dihasilkan pun juga ikut meningkat. Tumpukan sampah organik dari kulit buah akan menghasilkan gas metana yang dapat meningkatkan pemanasan global. Parfum padat terbuat dari eco-enzyme yang dikombinasikan dengan minyak melati dan minyak vanila. Parfum ini memiliki karakteristik alami, aman untuk kulit, dan unik karena berupa parfum padat daur ulang dengan aroma yang khas. Produk tersebut diharapkan mampu menarik minat masyarakat terhadap jenis produk baru, meningkatkan penelitian tentang green perfume, dan meningkatkan kesadaran konsumen akan penggunaan produk kosmetik yang aman dan ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, S. P., Devi, S., & Ambarwati, S. 2022. Pembuatan dan Uji Organoleptik Eco-enzyme dari Kulit Buah Jeruk. Prosiding HUBISINTEK, 2(1), 649-649.

Farma, S. A., Dezi, H., Irma, L. E. P., & Dwi, H. P. 2021.Pemanfaatan Sisa Buah dan Sayur sebagai Produk ECOBY Ecoenzyme di Kampus Universitas Negeri Padang. Suluah Bendang: Juranl Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat. 21(2): 81-88.

Hardiyati, I., In, R. F. F., & Nia, N. 2020. Formulasi dan Evaluasi Solid Perfume dengan Basis Karagenanan Menggunakan Essensial Oil Citrus (Citrus sinensis), Jasmine (Jasminum sambac), dan Vanila (Vanila planifolia). IONTech. 1(1): 1-9.

Yanti, R. N., Ika, L., & Hanifah, I. 2021. IbM Membuat Eco Enzyme dengan Memanfaatkan Limbah Organik Rumah Tangga di Bank Sampah Berkah Abadi Kelurahan Limbungan Kecamatan Rumbai Timur. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Lancang Kuning Tahun 2021.

Pakki, T., Adawiyah, R., Yuswana, A., Namriah, N., Dirgantoro, M. A., & Slamet, A. 2021. Pemanfaatan Eco-Enzyme Berbahan Dasar Sisa Bahan Organik Rumah Tangga Dalam Budidaya Tanaman Sayuran di Pekarangan. Prosiding Pepadu, 3, 126-134.

Pramadinata, B. Y. A., Khoiriyah, N., & Maula, L. R. 2021. Efisiensi dan Risiko Usahatani Jeruk Keprok di Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 9(4).

Prastyo, Agil Mas. 2017. Karakterisasi Minyak Atsiri Limbah Jeruk Baby Java Dengan Ekstraksi Destilasi Air Dan Uap (Kajian Penundaan Waktu Penyulingan). Sarjana thesis. Universitas Brawijaya.

Yulistria, Nora Vicki. 2017 Pengaruh Proporsi Kulit Apel Dan Konsentrasi Gula Terhadap Karakteristik Fisik, Kimia Dan Aktivitas Antioksidan Kombucha Dari Kulit Apel. Sarjana thesis. Universitas Brawijaya.

Ristiawan, R. (2019). Perencanaan Pengelolaan Wisata Pedesaan di Desa Bumiaji, Kota Batu, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Bakti Budaya, 2(2), 113-127.

Rusdianasari, Syakdani, A. ., Zaman, M. ., Sari, F. F. ., Nasyta, N. P. ., & Amalia, R. 2021. Production of Disinfectant by Utilizing Eco-enzyme from Fruit Peels Waste. International Journal of Research in Vocational Studies (IJRVOCAS). 1(3): 1-7.


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *